BAGI pecinta motif kain bergaris, tidak ada salahnya untuk mencoba kain tenun lurik. Tenunan yang penuh makna filosofis ini dapat ditemukan di daerah Yogyakarta, Klaten dan Tuban serta daerah lain yang mengembangkannya. Lurik memang bergaris klasik, sehingga motif ini tidak lekang oleh zaman.
============
Lurik berasal dari bahasa Jawa kuno lorek yang berarti lajur atau garis. Pada dasarnya memiliki 3 motif dasar, motif lajuran dengan corak garis-garis panjang searah sehelai kain. Motif pakan malang yang memiliki garis-garis searah lebar kain, motif cacahan adalah dengan corak kecil-kecil. Ada pula pendapat dari pengrajin bahwa lurik tidaklah selalu bercorak garis. Sifat lurik yaitu benang yang digunakan dari katun, sutra atau jenis benang lainnya, sedangkan coraknya berupa garis, kotak-kotak, ataupun polos.
Di masa lalu kain lurik memang kurang populer, hanya kalangan masyarakat bawah yang menggunakannya. Diduga karena kain itu murah dengan hasil tenunan yang kasar serta panas kalau dikenakan. Akibatnya, kain lurik hanya digunakan untuk selendeng untuk menggendong jamu. Akan tetapi dalam perkembangannya, lurik juga dikenakan oleh prajurit keraton. Lurik seperti itu disebut lurik peranakan dengan warna biru bergaris putih. Sementara itu kerabat keraton juga mengenakannya dalam acara-acara tertentu, biasanya menggunakan corak garis lebar dengan warna yang cerah seperti merah atau ungu.
Saat ini lurik telah dimodifikasi sedemikian rupa dengan bahan benang yang nyaman dipakai. Misalnya menggunakan benang katun atau sutra. Jadi, modifikasi bentuk pakaiannya pun semakin ragam, bukan hanya dikenakan sebagai surjan, tetapi juga dibuat untuk kebaya, kemeja pria, setelan baju kerja, dan baju casual. Setiap lapisan usia menggemarinya. Ada pula yang dimodifikasi untuk sarung bantal, tas, dompet maupun aksesoris lainnya.
Dengan berkembangnya fashion mode di Indonesia, potensi keindahan lurik dapat ditampilkan dengan gaya modern tanpa menghilangkan kesan klasik, etnik and tradisi yang terkandung dalam kain tersebut. Dengan memadukan lurik dengan bahan modern, kini banyak perancang busana yang telah sukses menghantarkan kain menjadi busana yang nyaman digunakan hingga luar negeri.
Produksi
Lurik diproduksi menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). Proses pemintalan benang dapat dilakukan secara manual. Salah satu inti yang membuat sebuah kain disebut sebagai kain lurik adalah penggunaan benang katun, sehingga menghasilkan tekstur yang khas pada kain ini. Sehingga sebuah kain bermotif lurik yang dipintal dari benang polyester, tidak dapat disebut sebagai kain lurik, karena teksturnya yang berbeda dengan kain lurik yang terbuat dari katun.
Tips merawat kain tenun lurik cukup mudah. Yang pasti kenali dulu sifat lurik. Karena lurik dibuat dengan ATBM, maka tenunan kain tidak serapat kain buatan mesin. Akan tetapi kain ini memiliki kelebihan yaitu warna kainnya bolak balik sama. Hal ini disebabkan karena proses pewarnaan lurik dimulai dari benang. Jika kita ingin mengenakan lurik sebagai busana, maka lakukan hal berikut, dicuci sebelum dijahit. Sebelum dijahit, kain lurik sebaiknya direndam menggunakan lerak untuk lurik dengan pewarna alam, sedangkan untuk lurik dengan pewarna sintetis bisa menggunakan deterjen. Lama perendaman maksimal 15 menit atau sampai kain menyusut sekitar 5-10 cm. Lurik dikucek lembut untuk menghilangkan air sabun atau lerak. Bilas menggunakan air bersih. Jemur di tempat teduh. Setelah kering lurik siap dipotong dan dijahit menjadi pakaian
Tidak dicuci sebelum dijahit. Saat pengukuran kain, sebaiknya ukuran dilebihi sebanyak 5-10 cm. Hal ini untuk mengantisipasi agar ukuran baju tidak menyusut atau terlalu sempit karena pengerutan kain setelah pencucian pertama.
Kain lurik ketika masih baru teksturnya agak kasar dan kaku. Walaupun begitu, ketika telah digunakan beberapa lama, teksturnya berubah menjadi lebih lembut tapi tidak berkurang kekuatannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar